Sejarah Sistem Barter
Barter
merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Sistem ini memfasilitasi
pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang.
Sejarah
barter dapat ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa sistem
barter diperkenalkan oleh suku-suku Mesopotamia.
Sistem
ini kemudian diadopsi oleh orang Fenisia yang menukarkan barang-barang mereka
kepada orang-orang di kota-kota lain yang terletak di seberang lautan.
Sebuah
sistem yang lebih baik dari barter dikembangkan di Babilonia.
Berbagai
barang pernah digunakan sebagai standar barter semisal tengkorak manusia. Item
lain yang populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.
Dahulu, garam dianggap sebagai barang berharga. Bahkan gaji
tentara Romawi dibayar dalam garam.
Kelemahan utama dari barter adalah tidak adanya kriteria
standar untuk menentukan nilai barang dan jasa yang rawan mengakibatkan
perselisihan serta bentrokan.
Kesulitan tersebut bisa diatasi dengan penemuan uang,
meskipun sistem barter tetap hidup dalam berbagai bentuk.
Orang-orang Eropa mulai menjelajah samudera selama Abad
Pertengahan untuk kemudian menukarkan barang-barang yang mereka bawa seperti
bulu binatang dan kerajinan dengan parfum dan sutra.
Pada awalnya, orang-orang kolonial Amerika tidak punya cukup
uang untuk berbisnis sehingga menggunakan barter sebagai bantuan.
Sistem barter juga mewarnai sejarah tahun-tahun awal
Universitas Oxford dan Universitas Harvard. Pada masa itu, siswa membayar uang
kuliah dengan bahan makanan, kayu bakar, atau ternak.
Barter kembali populer selama Depresi Besar pada tahun
1930-an akibat terjadi kelangkaan uang.
Perlu dicatat pula bahwa Adolf Hitler menggunakan sistem
barter untuk mengumpulkan uang sebagai dana perang. Hitler terlibat dalam
perdagangan barter dengan Yunani, Swedia, dan Rusia.
Pasca Perang Dunia II, rakyat Jerman juga terpaksa melakukan
barter akibat mata uang Jerman yang kehilangan nilai.
Sistem barter telah digunakan di seluruh dunia selama
berabad-abad. Penemuan uang tidak lantas mematikan sistem ini.
Saat krisis moneter, misalnya, banyak orang kembali melirik
barter karena fluktuasi nilai mata uang yang tidak menentu.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar